BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 18 November 2009

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL UN

oleh: Drs. Khaerudin, M.Pd.

Pendahuluan

Hasil UN tahun 2009 telah diumumkan 15 Juni 2009. BSNP menyatakan bahwa “Angka kelulusan SMA dan MA tahun ini naik 2,3% yaitu sebesar 93,62% dari angka tahun lalu yang sebesar 91,32%”. Ini berarti masih ada 8,68% siswa SMA dan MA tidak lulus. Siapa yang salah? Pasti tidak akan ada yang pihak yang dengan rendah hati mengakui itu adalah kesalahannya. Hal yang sangat mungkin terjadi, pihak yang paling disalahkan adalah siswanya sendiri dan guru atau sekolah. Siswa akan dinilai orang “bodoh” yang tidak memiliki kemampuan menjawab soal-soal dengan baik. Guru dan sekolah akan dianggap gagal “mendidik” lebih tepatnya mengajar para siswanya, dan jika jumlahnya banyak sekolah akan dianggap sekolah yang tidak “bonafid”.
Fair?
Para siswa dan guru yang disalahkan pun pasti akan membela diri. Lantas siapa yang harus disalahkan. Kalau mau fair, tentu tidak mudah menentukan siapa yang salah. Karena sesungguhnya keberhasilan itu sangat dipengaruhi oleh banyak sekali faktor. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa sendiri, seperti kecerdasan intelektual, kecemasan, kesiapan mental, bahkan kondisi fisik. Bagi siswa yang memiliki keterbatasan kecerdasan intelektual tentu akan mengalami kesulitan menghadapi soal-soal UN yang diperuntukkan mereka yang normal dan di atas normal, sekalipun batas kelulusan hanya 5,5. Sekuat apapun mereka berusaha dan menyiapkan diri, tetapi karena memang dasarnya kecerdasan mereka terbatas akan sulit berhasil dengan baik. Dengan kondisi seperti ini, apakah mereka pantas disalahkan atas kegagalannya lulus UN. Satu hal yang pasti dan patut kita sadari adalah bahwa tidak ada seorang pun mau memiliki keterbatasan kecerdasan intelektual ini. Semua orang pasti menginginkan memiliki kecerdasan yang luar biasa, minimal normal.
Faktor kecemasan apabila ada dalam ambang tertentu akan mendorong siswa memiliki kekuatan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Namun apabila kecemasan ini berlebihan, karena terlalu banyaknya tekanan — baik dari dalam diri dan terutama dari luar — maka kecemasan ini akan berdampak negatif terhadap kesiapan mereka menghadapi ujian. Dengan kata lain mereka yang terlalu cemas dan takut cenderung akan menjadi tidak siap menghadapi soal-soal; akan menjadi kurang percaya diri untuk dapat berhasil menyelesaikan soal-soal dengan baik. Pada akhirnya, dengan kondisi seperti ini jelas peluang untuk bisa berhasil lulus UN menjadi sangat kecil.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang mempengaruhi hasil belajar adalah kondisi fisik siswa. Tidak bisa dipungkiri kondisi fisik siswa yang tidak fit, sakit atau bahkan stress akan sulit dapat menyelesaikan soal-soal ujian yang membutuhkan konsentrasi penuh. Anak yang diare, misalnya — bisa jadi karena stres — akan sulit berkonsentrasi secara penuh untuk dapat menyelesaikan soal dengan baik, karena dalam waktu yang bersamaan mereka juga harus merasakan kondisi fisiknya yang tidak mendukung. Siswa yang berada dalam kondisi seperti inipun bukanlah mustahil pada akhirnya gagal lulus UN.

Faktor Eksternal

Yang dimaksud faktor eksternal adalah faktor-faktor yang ada di luar diri siswa yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan siswa lulus ujian nasional, seperti lingkungan belajar di rumah atau sekolah, lingkungan fisik tempat ujian berlangsung, fasilitas/sarana dan prasarana yang dimiliki dan digunakan siswa, baik di rumah maupun di sekolah, situasi dan kondisi pada saat ujian berlangsung, dan juga masalah teknis berkenaan dengan cara mengisi lembar jawaban dan proses pemeriksaan lembar jawaban.
Para siswa yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai dan didukung oleh lingkungan fisik dan sosial yang baik, tentu akan memiliki peluang yang sangat besar untuk berhasil dalam UN. Karena dengan faktor-faktor eksternal yang mendukung, mereka akan dengan penuh konsentrasi mempersiapkan dan mengikuti UN.
Demikian juga dengan kondisi sarana dan prasarana di sekolah. Sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi siswa akan sangat membantu para siswanya menguasai kompetensi/materi yang akan diujikan. Tidaklah terlalu heran, kalau banyak siswa yang berhasil lulus dengan nilai 10, berasal dari sekolah-sekolah yang selama ini dicap sebagai sekolah “bonafid”. Sekolah-sekolah seperti ini tentu memiliki sumber belajar yang kaya yang memungkinkan para siswanya belajar lebih intens dan fokus. Tidak hanya itu, sekolah seperti ini juga dilengkapi dengan parasarana yang sangat mendukung, ruang ber-AC, lingkungan yang bersih, dlsb. yang semuanya akan membuat siswa belajar lebih konsentrasi. Tapi bagaimana dengan sekolah-sekolah yang “seadanya”. Biasanya siswa yang bersekolah di sekolah seperti ini, mereka hanya mengandalkan buku-buku yang mereka miliki yang juga seadanya. Bisakah mereka belajar maksimal yang pada akhirnya dapat lulus UN dengan baik?
Tidak kalah pentingnya adalah masalah teknik pada saat para siswa menjawab soal dan proses pemeriksaan lembar jawaban. Faktor inipun kalau saja tidak diperhatikan dengan baik dapat siswa mengalami kegagalan (tidak lulus UN). Hal ini terbukti, dari beberapa kasus, para siswa dinyatakan tidak lulus UN karena pada saat proses pemeriksaan, lembar jawaban siswa diperiksa dengan menggunakan kunci jawaban yang berbeda. Otomatis nilai siswa “anjlok” dan divonis tidak lulus. Apa jadinya, dan bagaimana nasib mereka kalau hal ini terjadi terus menerus?

Dengan analisis di atas apakah kita masih akan menyalahkan sepenuhnya kepada para siswa atas kegagalan mereka dalam UN?

0 komentar: